MAKALAH
BELAJAR PEMBELAJARAN II
COOPERATIVE LEARNING – TALKING STICK
Dosen Pembimbing : Lilik Mawartiningsih,M.Pd.
DI SUSUN OLEH :
1. HENI SUCIATI
2. HUSNUL KHOTIMAH
3. MILDAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS PGRI RONGGOLAWE (UNIROW)
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih ke hadirat Allah SWT.Karena dengan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, kami dapat menyusun makalah ini sehinga dapat hadir di hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhamad SAW. Beserta keluarga dan para Sahabatnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan Dosen pembimbing mata kuliah Belajar Pembelajaran II. Berjudul “cooperative learning - talking stick”. Tujuan pembuatan tugas ini untuk mengetahui dan memahami pengertian, prosedur, kelemahan dan kelebihan dari model talking stick.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang mempelajarinya. Kritik dan saran yang membangun kami harapkan untuk memperbaiki tugas selanjutnya.
Tuban, desember 2012
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................
1.3 Tujuan Masalah...................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................
2.1 Pengertian Belajar Model Cooperative Learning ...................................
2.2 Model Pembelajaran Talking Stick.........................................................
2.3 Kelebihan Model Pembelajaran Talking Stick........................................
2.4 Kekurangan Model Pembelajaran Talking Stick
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...........................................................................................
3.2 Saran .....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Hamalik (2007:65), berbagai pendekatan dalam pembelajaran yang harus diketahui guru dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu: “a) Pembelajaran penerimaan (reception learning), b) pembelajaran penemuan (discovery learning), c) pembelajaran penguasaan (mastery learning), dan d) Pembelajaran terpadu (unit learning). Keempat pendekatan pembelajaran ini dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran”.
Sedangkan untuk melaksanakan pembelajaran dibutuhkan suatu metode sebagai alat pencapaian tujuan pembelajaran. Depdiknas (2008:10) menjelaskan bahwa yang dimaksud metode adalah, “…upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu”.
Meningkatkan mutu pendidikan adalah menjadi tanggungjawab semua pihak yang terlibat dalam pendidikan, yang merupakan ujung tombak dalam pendidikan. Guru adalah orang yang paling berperan dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat bersaing di jaman pesatnya perkembangan teknologi. Guru dalam setiap pembelajaran selalu menggunakan pendekatan, strategi dan metode pembelajaran yang dapat memudahkan siswa memahami materi yang diajarkannya, namun masih sering terdengar keluhan dari para guru di lapangan tentang materi pelajaran yang terlalu banyak dan keluhan kekurangan waktu untuk mengajarkannya.
Menurut pengamatan, dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas penggunaan model pembelajaran yang bervariatif masih sangat rendah dan guru cenderung menggunakan model konvesional pada setiap pembelajaran yang dilakukannya. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya penguasaan guru terhadap model-model pembelajaran yang ada, padahal penguasaan terhadap model-model pembelajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru, dan sangat sesuai dengan kurikulum KTSP.
Slavin (Hariyanto, 2001 : 17) mengatakan bahwa “belajar kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaborasi yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang heterogen.” Slavin juga mengemukakan dua alasan, Pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan dari orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berfikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. Dari dua alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.
Berdasrkan pendapat-pendapat di atas disimpulkan belajar kooperatif learning adalah suatu model belajar pembelajaran dimana siswa dikelompokan kedalam kelompok-kelompok kecil yang tingkat kemampuannya heterogen dengan tujuan untuk mendoroong siswa bekerja sama dalam menyelesaikan masalah, berani mengungkapkan pendapat, menghargai pendapat orang lain, bertukar pendapat dan setiap anggota kelompok saling membantu dalam mengatasi masalah yang dihadapi.
2.2 Pengertian Model Pembelajaran Talking Stick
Merujuk pada defenisi istilahnya, metode talking stick dapat diartikan sebagai metode pembelajaran bermain tongkat, yaitu pembelajaran yang dirancang untuk mengukur tingkat penguasaan materi pelajaran oleh murid dengan menggunakan media tongkat.
Talking Stick (tongkat berbicara) adalah metode yang pada mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antarsuku). Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad oleh suku–suku Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak. Tongkat berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara. Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke ketua/pimpinan rapat. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa talking stick dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan secara bergiliran/bergantian.
BELAJAR PEMBELAJARAN II
COOPERATIVE LEARNING – TALKING STICK
Dosen Pembimbing : Lilik Mawartiningsih,M.Pd.
DI SUSUN OLEH :
1. HENI SUCIATI
2. HUSNUL KHOTIMAH
3. MILDAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS PGRI RONGGOLAWE (UNIROW)
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih ke hadirat Allah SWT.Karena dengan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, kami dapat menyusun makalah ini sehinga dapat hadir di hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhamad SAW. Beserta keluarga dan para Sahabatnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan Dosen pembimbing mata kuliah Belajar Pembelajaran II. Berjudul “cooperative learning - talking stick”. Tujuan pembuatan tugas ini untuk mengetahui dan memahami pengertian, prosedur, kelemahan dan kelebihan dari model talking stick.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang mempelajarinya. Kritik dan saran yang membangun kami harapkan untuk memperbaiki tugas selanjutnya.
Tuban, desember 2012
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................
1.3 Tujuan Masalah...................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................
2.1 Pengertian Belajar Model Cooperative Learning ...................................
2.2 Model Pembelajaran Talking Stick.........................................................
2.3 Kelebihan Model Pembelajaran Talking Stick........................................
2.4 Kekurangan Model Pembelajaran Talking Stick
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...........................................................................................
3.2 Saran .....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Hamalik (2007:65), berbagai pendekatan dalam pembelajaran yang harus diketahui guru dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu: “a) Pembelajaran penerimaan (reception learning), b) pembelajaran penemuan (discovery learning), c) pembelajaran penguasaan (mastery learning), dan d) Pembelajaran terpadu (unit learning). Keempat pendekatan pembelajaran ini dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran”.
Meningkatkan mutu pendidikan adalah menjadi tanggungjawab semua pihak yang terlibat dalam pendidikan, yang merupakan ujung tombak dalam pendidikan. Guru adalah orang yang paling berperan dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat bersaing di jaman pesatnya perkembangan teknologi. Guru dalam setiap pembelajaran selalu menggunakan pendekatan, strategi dan metode pembelajaran yang dapat memudahkan siswa memahami materi yang diajarkannya, namun masih sering terdengar keluhan dari para guru di lapangan tentang materi pelajaran yang terlalu banyak dan keluhan kekurangan waktu untuk mengajarkannya.
Menurut pengamatan, dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas penggunaan model pembelajaran yang bervariatif masih sangat rendah dan guru cenderung menggunakan model konvesional pada setiap pembelajaran yang dilakukannya. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya penguasaan guru terhadap model-model pembelajaran yang ada, padahal penguasaan terhadap model-model pembelajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru, dan sangat sesuai dengan kurikulum KTSP.
Kurikulum KTSP yang mulai diberlakukan di sekolah dasar bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan cerdas sehingga dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini hanya dapat tercapai apabila proses pembelajaran yang berlangsung mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa, dan siswa terlibat langsung dalam pembelajaran IPA. Disamping itu kurikulum berbasis kompetensi memberi kemudahan kepada guru dalam menyajikan pengalaman belajar, sesuai dengan prinsip belajar sepanjang hidup yang mengacu pada empat pilar pendidikan universal, yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar dengan melakukan (learning to do), belajar untuk hidup dalam kebersamaan (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).
Untuk itu guru perlu meningkatkan mutu pembelajarannya, dimulai dengan rancangan pembelajaran yang baik dengan memperhatikan tujuan, karakteristik siswa, materi yang diajarkan, dan sumber belajar yang tersedia. Kenyataannya masih banyak ditemui proses pembelajaran yang kurang berkualitas, tidak efisien dan kurang mempunyai daya tarik, bahkan cenderung membosankan, sehingga hasil belajar yang dicapai tidak optimal. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya perolehan hasil belajar yang menunjukkan adanya indikasi terhadap rendahnya kinerja belajar siswa dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang berkualitas. Untuk mengetahui mengapa prestasi siswa tidak seperti yang diharapkan, tentu guru perlu merefleksi diri untuk dapat mengetahui faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan siswa dalam pelajaran.
Tantangan guru dalam mengajar akan semakin kompleks. Siswa saat ini cenderung mengharapkan gurunya mengajar dengan lebih santai dan menggairahkan. Persoalannya adalah guru sering kali kurang memahami bentuk-bentuk metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses mengajar. Ketidak pahaman itulah membuat banyak guru secara praktis hanya menggunakan metode konvensional, sehingga banyak siswa merasa jenuh, bosan atau malas mengikuti pelajaran.
Tentu metode konvensional tersebut bukan satu kesalahan, tetapi kalau terus-menerus dipakai maka dapat dipastikan suasana pembelajaran berjalan secara monoton tanpa ada variasi. Oleh karena itu, sudah sepantasnya guru mengembangkan metode pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran, terlebih lagi jika dikaitkan dengan upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran.
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman mengajar guru, kondisi pembelajaran diketahui bahwa guru kelas melaksanakan pembelajaran konvensional/klasikal tanpa mengembangkannya. Dari metode tersebut, menurut beberapa siswa mereka merasa jenuh, tidak bergairah dan bosan mengikuti pelajaran, terlebih lagi terlalu banyak tugas yang diberikan guru. Penyebabnya adalah guru hanya melakukan ceramah dan siswa sering kali disuruh membaca sendiri materi pelajaran, kemudian diberi tugas.
Kondisi pembelajaran tersebut tentu saja tidak bisa dibiarkan berlangsung terus menerus. Dengan kondisi tersebut seharusnya guru mencari alternatif-alternatif metode pembelajaran yang memungkinkan dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran di kelas, dan salah satu yang dimaksud dalam hal ini adalah metode pembelajaran talking stick.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari belajar cooperative learning?
2. Apa itu model pembelajaran Talking stick?
3. Bagaimana penerapan talking stick?
4. Apa saja kelebihan dari model pembelajaran talking stick?
5. Apa saja kekurangan dari model pembelajaran talking stick?
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui dan memahami belajar cooperative learning.
2. Mengetahui dan memahami model pembelajarn talking stick.
3. Mengetahui penerapan proses talking stick,
4. Mengetahui kelebihan dari model pembelajaran talking stick,
5. Mengetahui kekurangan dari model pembelajaran tlking stick.
BAB II
PEMBAHASAN
Untuk itu guru perlu meningkatkan mutu pembelajarannya, dimulai dengan rancangan pembelajaran yang baik dengan memperhatikan tujuan, karakteristik siswa, materi yang diajarkan, dan sumber belajar yang tersedia. Kenyataannya masih banyak ditemui proses pembelajaran yang kurang berkualitas, tidak efisien dan kurang mempunyai daya tarik, bahkan cenderung membosankan, sehingga hasil belajar yang dicapai tidak optimal. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya perolehan hasil belajar yang menunjukkan adanya indikasi terhadap rendahnya kinerja belajar siswa dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang berkualitas. Untuk mengetahui mengapa prestasi siswa tidak seperti yang diharapkan, tentu guru perlu merefleksi diri untuk dapat mengetahui faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan siswa dalam pelajaran.
Tantangan guru dalam mengajar akan semakin kompleks. Siswa saat ini cenderung mengharapkan gurunya mengajar dengan lebih santai dan menggairahkan. Persoalannya adalah guru sering kali kurang memahami bentuk-bentuk metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses mengajar. Ketidak pahaman itulah membuat banyak guru secara praktis hanya menggunakan metode konvensional, sehingga banyak siswa merasa jenuh, bosan atau malas mengikuti pelajaran.
Tentu metode konvensional tersebut bukan satu kesalahan, tetapi kalau terus-menerus dipakai maka dapat dipastikan suasana pembelajaran berjalan secara monoton tanpa ada variasi. Oleh karena itu, sudah sepantasnya guru mengembangkan metode pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran, terlebih lagi jika dikaitkan dengan upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran.
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman mengajar guru, kondisi pembelajaran diketahui bahwa guru kelas melaksanakan pembelajaran konvensional/klasikal tanpa mengembangkannya. Dari metode tersebut, menurut beberapa siswa mereka merasa jenuh, tidak bergairah dan bosan mengikuti pelajaran, terlebih lagi terlalu banyak tugas yang diberikan guru. Penyebabnya adalah guru hanya melakukan ceramah dan siswa sering kali disuruh membaca sendiri materi pelajaran, kemudian diberi tugas.
Kondisi pembelajaran tersebut tentu saja tidak bisa dibiarkan berlangsung terus menerus. Dengan kondisi tersebut seharusnya guru mencari alternatif-alternatif metode pembelajaran yang memungkinkan dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran di kelas, dan salah satu yang dimaksud dalam hal ini adalah metode pembelajaran talking stick.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari belajar cooperative learning?
2. Apa itu model pembelajaran Talking stick?
3. Bagaimana penerapan talking stick?
4. Apa saja kelebihan dari model pembelajaran talking stick?
5. Apa saja kekurangan dari model pembelajaran talking stick?
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui dan memahami belajar cooperative learning.
2. Mengetahui dan memahami model pembelajarn talking stick.
3. Mengetahui penerapan proses talking stick,
4. Mengetahui kelebihan dari model pembelajaran talking stick,
5. Mengetahui kekurangan dari model pembelajaran tlking stick.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok satu tim. Slavin (1995) mengemukakan, cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 2-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini
banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok satu tim. Slavin (1995) mengemukakan, cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 2-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini
banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.
Berdasrkan pendapat-pendapat di atas disimpulkan belajar kooperatif learning adalah suatu model belajar pembelajaran dimana siswa dikelompokan kedalam kelompok-kelompok kecil yang tingkat kemampuannya heterogen dengan tujuan untuk mendoroong siswa bekerja sama dalam menyelesaikan masalah, berani mengungkapkan pendapat, menghargai pendapat orang lain, bertukar pendapat dan setiap anggota kelompok saling membantu dalam mengatasi masalah yang dihadapi.
2.2 Pengertian Model Pembelajaran Talking Stick
Merujuk pada defenisi istilahnya, metode talking stick dapat diartikan sebagai metode pembelajaran bermain tongkat, yaitu pembelajaran yang dirancang untuk mengukur tingkat penguasaan materi pelajaran oleh murid dengan menggunakan media tongkat.
Talking Stick (tongkat berbicara) adalah metode yang pada mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antarsuku). Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad oleh suku–suku Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak. Tongkat berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara. Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke ketua/pimpinan rapat. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa talking stick dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan secara bergiliran/bergantian.
Talking stick termasuk salah satu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Pembelajaran Talking Stick sangat cocok diterapkan bagi siswa SD, SMP, dan SMA/SMK. Selain untuk melatih berbicara, pembelajaran ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan membuat siswa aktif. Metode Talking Stick adalah metode pembelajaran yang dipergunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diiinginkan. Talking Stick sebagaimana dimaksudkan penelitian ini, dalam proses belajar mengajar di kelas berorientasi pada terciptanya kondisi belajar melalui permainan tongkat yang diberikan dari satu siswa kepada siswa yang lainnya pada saat guru menjelaskan materi pelajaran dan selanjutnya mengajukan pertanyaan. Saat guru selesai mengajukan pertanyaan, maka siswa yang sedang memegang tongkat itulah yang memperoleh kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini dilakukan hingga semua siswa berkesempatan mendapat giliran menjawab pertanyaan yang diajukan guru.
Pada prinsipnya, metode talking stick merupakan metode pembelajaran interaktif karena menekankan pada keterlibatan aktif siswa selama proses pembelajaran. Pembelajaran dapat dilaksanakan guru dengan berbagai pendekatan. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa, guru menggunakan media tongkat sebagai alat bantu dalam pelaksanaan talking stick. Talking stick dapat dilakukan di sela-sela atau akhir pembelajaran. Berdasarkan penjelasan di atas, maka alasan utama pemilihan metode talking stick karena selama proses pembelajaran berlangsung sesudah guru menyajikan materi pelajaran, siswa diberikan waktu beberapa saat untuk menghafal materi pelajaran yang telah diberikan, agar dapat menjawab pertanyaan yang diajukan guru pada saat talking stick berlangsung. Mengingat dalam talking stick, hukuman (punishmen) dapat diberlakukan, misalnya siswa disuruh menyanyi, berpuisi, atau hukuman-hukuman yang sifatnya positif dan menumbuhkan motivasi belajar siswa. Dengan demikian, pembelajaran dengan metode talking stick murni berorientasi pada aktivitas individu siswa yang dilakukan dalam bentuk permainan.
2.3 prosedur penerapan talking stick
Langkah-langkah model pembelajaran talking stick
Guru membentuk kelompok yang terdiri atas 5 orang.
Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya ± 20 cm.
Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pelajaran.
Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana.
Setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru mempersilahkan anggota kelompok untuk menutup buku bacaan.
Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu anggota kelompok, dan menyanyikan sebuah lagu dan memberikan tanda yang teah disepakati, setelah itu guru memberi pertanyaan dan anggota kelompok yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
Siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan.
Guru memberikan kesimpulan.
Guru melakukan evaluasi/penilaian, baik secara kelompok maupun individu.
Guru menutup pembelajaran.
2.4 kelebihan dari metode pembelajaran talking stick
1. Menguji kesiapan siswa.
2. meningkatnya aktivitas belajar karena adanya unsur bermain dan suasana menyenangkan dalam proses pembelajaran.
3. Melatih membaca dan memahami dengan cepat.
4. tambahan pengetahuan dan keterampilan mengajar bagi guru yang lebih bervariatif dalam pelaksanaan pembelajaran,
5. sebagai sumber informasi dan referensi kajian dalam pengambilan keputusan menyangkut peningkatan profesionalisme guru dan pencapaian kualitas pendidikan sekolah.
2.5 kekurangan dari metode pembelajaran talking stick
1. Membuat siswa senam jantung
2. membutuhkan waktu yang lama
3. tidak semua siswa mendapat giliran mendapatkan tongkat/menjawab pertanyaan karna ada batasan waktu
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
v Pembelajaran cooperative adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.
v Slavin juga mengemukakan dua alasan, Pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan dari orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berfikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. Dari dua alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.
v Talking stick termasuk salah satu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Pembelajaran Talking Stick sangat cocok diterapkan bagi siswa SD, SMP, dan SMA/SMK. Selain untuk melatih berbicara, pembelajaran ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan membuat siswa aktif. Metode Talking Stick adalah metode pembelajaran yang dipergunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diiinginkan.
3.2 Saran
Dari pembahasan diatas guru perlu meningkatkan mutu pembelajarannya, dimulai dengan rancangan pembelajaran yang baik dengan memperhatikan tujuan, karakteristik siswa, materi yang diajarkan, dan sumber belajar yang tersedia. Jadi model pembelajaran talking stick sebaiknya di terapkan dalam proses belajar mengajar, agar siswa lebih aktif dalam pembelajaran .
DAFTAR PUSTAKA
http://en.wikipedia.org/wiki/Cooperative_learning.html (di akses tanggal 1 desember 2012)
http://nurmanspd.wordpress.com/2009/09/06/model-pembelajaran-cooperative-learning-tipe-jigsaw/ (di akses tanggal 1 desember 2012)
http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/20.html (di akses tanggal 1 desember 2012)
http://ifzanul.blogspot.com/2010/06/cooperative-learning-pembelajaran. (di akses tanggal 1 desember 2012)
Pada prinsipnya, metode talking stick merupakan metode pembelajaran interaktif karena menekankan pada keterlibatan aktif siswa selama proses pembelajaran. Pembelajaran dapat dilaksanakan guru dengan berbagai pendekatan. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa, guru menggunakan media tongkat sebagai alat bantu dalam pelaksanaan talking stick. Talking stick dapat dilakukan di sela-sela atau akhir pembelajaran. Berdasarkan penjelasan di atas, maka alasan utama pemilihan metode talking stick karena selama proses pembelajaran berlangsung sesudah guru menyajikan materi pelajaran, siswa diberikan waktu beberapa saat untuk menghafal materi pelajaran yang telah diberikan, agar dapat menjawab pertanyaan yang diajukan guru pada saat talking stick berlangsung. Mengingat dalam talking stick, hukuman (punishmen) dapat diberlakukan, misalnya siswa disuruh menyanyi, berpuisi, atau hukuman-hukuman yang sifatnya positif dan menumbuhkan motivasi belajar siswa. Dengan demikian, pembelajaran dengan metode talking stick murni berorientasi pada aktivitas individu siswa yang dilakukan dalam bentuk permainan.
2.3 prosedur penerapan talking stick
Langkah-langkah model pembelajaran talking stick
Guru membentuk kelompok yang terdiri atas 5 orang.
Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya ± 20 cm.
Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pelajaran.
Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana.
Setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru mempersilahkan anggota kelompok untuk menutup buku bacaan.
Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu anggota kelompok, dan menyanyikan sebuah lagu dan memberikan tanda yang teah disepakati, setelah itu guru memberi pertanyaan dan anggota kelompok yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
Siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan.
Guru memberikan kesimpulan.
Guru melakukan evaluasi/penilaian, baik secara kelompok maupun individu.
Guru menutup pembelajaran.
2.4 kelebihan dari metode pembelajaran talking stick
1. Menguji kesiapan siswa.
2. meningkatnya aktivitas belajar karena adanya unsur bermain dan suasana menyenangkan dalam proses pembelajaran.
3. Melatih membaca dan memahami dengan cepat.
4. tambahan pengetahuan dan keterampilan mengajar bagi guru yang lebih bervariatif dalam pelaksanaan pembelajaran,
5. sebagai sumber informasi dan referensi kajian dalam pengambilan keputusan menyangkut peningkatan profesionalisme guru dan pencapaian kualitas pendidikan sekolah.
2.5 kekurangan dari metode pembelajaran talking stick
1. Membuat siswa senam jantung
2. membutuhkan waktu yang lama
3. tidak semua siswa mendapat giliran mendapatkan tongkat/menjawab pertanyaan karna ada batasan waktu
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
v Pembelajaran cooperative adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.
v Slavin juga mengemukakan dua alasan, Pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan dari orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berfikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. Dari dua alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.
v Talking stick termasuk salah satu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Pembelajaran Talking Stick sangat cocok diterapkan bagi siswa SD, SMP, dan SMA/SMK. Selain untuk melatih berbicara, pembelajaran ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan membuat siswa aktif. Metode Talking Stick adalah metode pembelajaran yang dipergunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diiinginkan.
3.2 Saran
Dari pembahasan diatas guru perlu meningkatkan mutu pembelajarannya, dimulai dengan rancangan pembelajaran yang baik dengan memperhatikan tujuan, karakteristik siswa, materi yang diajarkan, dan sumber belajar yang tersedia. Jadi model pembelajaran talking stick sebaiknya di terapkan dalam proses belajar mengajar, agar siswa lebih aktif dalam pembelajaran .
DAFTAR PUSTAKA
http://en.wikipedia.org/wiki/Cooperative_learning.html (di akses tanggal 1 desember 2012)
http://nurmanspd.wordpress.com/2009/09/06/model-pembelajaran-cooperative-learning-tipe-jigsaw/ (di akses tanggal 1 desember 2012)
http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/20.html (di akses tanggal 1 desember 2012)
http://ifzanul.blogspot.com/2010/06/cooperative-learning-pembelajaran. (di akses tanggal 1 desember 2012)
0 Response to "MAKALAH BELAJAR PEMBELAJARAN II COOPERATIVE LEARNING – TALKING STICK"
Post a Comment